
DALAM rangka Dies Natalis ke 36 Fakultas Teknik Universitas Andalas hari ini, Selasa (25/5), diluncurkan profil alumni yang di tampilkan secara lengkap latar belakang pendidikan dan profesi serta capaian yang telah digapai. Terobosan menarik dan bermanfaat bagi upaya memperkenalkan prestasi membanggakan almamater, sebagai institusi yang melahirkan para champion tersebut.
Bicara capaian alumni, Fakultas Pertanian dengan membusung dada menyebutkan Gubernur adalah alumninya, bahkan Ketum DPP IKA Faperta. Termasuk Wakil Menteri dan tidak terhitung kepala daerah, pimpinan BUMN/BUMD, Dirjen & pengusaha nasional. Demikian pula IKA FH yang dua dari alumninya pernah menjabat Gubernur sekaligus Ketum DPP IKA Unand. Bahkan Mendagri sebagai ‘pacah talua’ alumni dipentas perpolitikan nasional berasal dari fakultas tertua di Unand ini. Demikian pula FK yang tidak terhitung pakar, pejabat dan professional dilahirkan dari kampus ini.
Harapan membuncah yang terbayang saat mendengar semilir informasi akan ada profil 36 alumni ‘berprestasi’. Bisik dari mulut ke mulut santer menimbulkan keingintahuan membuncah. Info menanyakan tentang program ini menjadi pembicaraan kalangan KATUA (Keluarga Alumni Teknik Universitas Andalas). Tentu kalau bicara alumni tidak bisa dilepaskan dari keberadaan organisasi yang struktur dan kiprahnya dalam dunia kealumnian, tidak diragukan lagi. Peran penting sebagai motor dan dinamisator penggerak roda organisasi kealumnian saat ini menjadi fakta tak terbantahkan.
Tanda tanya dan keseruan yang dinanti tidak berlama-lama. Jawabannya bisa diakses di laman resmi FT UA. Namun, tampaknya agak jauh dari persepsi semula. Melihat hasil yang ditampilkan sepertinya tidak seindah yang dibayangkan.
Pertanyaan yang timbul terkait penilaian yang mempertimbangkan rekam jejak, prestasi dan proporsi, kurang mendapat tempat. Figur mapan dan jelas kontribusinya, sejak dari mahasiswa sampai saat ini, yang mudah ditelusuri dan terbukti dalam rentang lama pengabdiannya, tidak cukup terakomodir. Sebagai institusi intelektual yang akrab dengan teknologi untuk menggali data atau informasi kiprah alumni, tentu agak ‘aneh’ melihat daftar yang tersaji.
Dengan jumlah alumni dan hubungan emosional yang erat sebenarnya mudah sekali membaca histori atau rekam jejak, termasuk ‘prestasi’ yang bisa dianggap menjadi barometer pencapaian alumni unggul. Long list menjadi short list sehingga melahirkan 36 jawara ini tentu tidak sembarangan susun. Haqul yaqin team memiliki argumentasi kuat dan mendasar, sehingga bisa terpilih seorang yang baru menjabat sebagai Kabid di daerah pinggiran luar Sumbar, sebagai misal.
Selain rekam jejak dan prestasi, tentu proporsi menjadi pertimbangan. Memang selalu menjadi perdebatan tentang kata ‘adil’. Paling mudah tentu dengan membagi sama rata dan sama banyak. Namun untuk ‘The Engineering Alumni Award 2021’ rasanya kurang tepat menyamakan secara kuantitas alumni berjumlah kurang seribu dengan jurusan yang memiliki alumni nyaris empat kali lipatnya.
Kategori yang ada di portal terbaca dengan jelas the outstanding in social impact, industry, entrepreneurship & government policy. Kategorisasi ideal yang sayangnya kurang tampak pada figur top 36. Pengambil kebijakan bidang politik sama sekali tidak terwakili. Padahal kita sama tahu betapa peran politisi yang menyeruak ke berbagai sektor, termasuk dunia intelektual dan pemerintahan, tidak bisa dinafikan sama sekali. KATUA memiliki stok cukup dengan rentang perjuangan yang bisa dilacak keajegannya. Ketua DPRD Payakumbuh Hamdi Agus, Anggota DPRD Bukittinggi Jhoni Edwar, atau mantan anggota DPRD Propinsi Bachtul, termasuk wasit pilkada Marzul Veri bersama jaringan KATUA di KPU, seperti Irwandi atau Edi di KPU Pariaman.
Di jajaran birokrasi deretan nama kepala dinas atau SKPD tidak terhitung dan dirintis selama puluhan tahun hingga mencapai posisi seperti sekarang. Kadis PSDA Provinsi Rifda Suryani bersama birokrat senior Yunire, Herman, Marta Minanda, Muslim, Nova dan lain-lain. Termasuk birokrat pusat, seperti Fadli Arif, Hendra dan ‘the legend’ BP 001 ‘Uda’ Fitrah Nur. Senior simpatik sekaligus pebasket ciamik saat masa jaya di Air Tawar dulu. Belum nama yang tidak bisa diabaikan begitu saja, seperti Irwan Nurbi, Dodi Herman, Irfan Jasri, Uyung Gatot, Hendmaidi, Jafril Tanjung, dan banyak lagi.
Mereka semua the outstanding in social impact & government policy kebanggaan KATUA.
Pun, sejumlah nama ‘beken’ yang malang melintang secara konsisten sejak alumni pertama di telurkan 30 tahun yang lalu, ikut absen. Deretan pengusah yang jatuh bangun hingga mencapai keadaan saat ini, seperti Firdaus HB di Surabaya, Udayana, Lazwardi ‘Tole’ Rosyad, Asran di Pekanbaru, Jhoni Agus di Payakumbuh, Fitriadi Zulkarnain, Febrizon Afnier, Nedi Marfeha, dll di Jakarta, tidak masuk bursa, ‘kalah’ dengan owner yang mulai berbisnis.
Dari segi keterwakilan usia sebagai salah satu parameter kontribusi sehingga layak jadi ‘bintang’ terlihat ditabel berikut. Tentu kita bisa menyimpulkan apa makna dari angka-angka terkait usia para ‘top 36’, terlebih kalau mau ‘njlimet’ menengok alumni fakultas maupun perguruan tinggi lain. Tampaknya mereka perlu ‘banyak belajar’ kepada FT UA bagaimana mencari dan menemukan ‘milenial’ unggul penuh bakti pada almamater.
Selanjutnya, apa yang bisa diambil hikmah dari serangkaian informasi diatas. Tampaknya tidak banyak yang bisa dilakukan. Tulisan ini sekedar menyalurkan rasa keingintahuan, yang sekiranya tidak ada gunanya silahkan diabaikan. Syukur-syukur kalau ada yang bisa ditarik manfaat, misalnya untuk kedepan dibuatkan para sahabat yang telah mendahului namun kiprah dan baktinya kepada almamater tidak diragukan lagi, seperti almarhum kanda Irwansyah, Da Al ‘rontok’, Veri Refrimon, dll. Tentu penting untuk mengingat jasa mereka sekaligus mengingatkan kita bahwa usia dan segala pangkat jabatan sifatnya fana sehingga sewaktu-waktu bisa ditarik oleh Sang Pemilik.
Selamat Dies ke 36, jayalah almamaterku…
Penulis adalah Koordinator FMM (Forum Minang Mandiri dan Founder RRC (Ranah Rantau Circle) Institute